Pages

Wednesday, June 6, 2018

Festival Lampion di Candi Borobudur


Jalan-jalan kali ini bisa dibilang agak beda, lebih niat dan dipas-pasin. Bukan berarti liburan yang sudah-sudah nggak niat ya. Buktinya selalu ada aja yang dibeli contohnya baju (jangan dicontoh ya gengs haha).

Dengan mengambil cuti 3 hari saja, gue bisa menjelajah Yogya, Borobudur, Malang dan Batu. Wow banyak yah? Iyah dong, judulnya juga niat haha. Karena kalau ngebahas semua tempat yang gue kunjungin bakalan panjang banget, kali ini gue mau bahas tentang serunya ikutan festival lampion. Festival ini diadakan untuk merayakan hari raya Waisak bagi umat Budha.



Emangnya lo ngerayain Waisak?
Gue nggak merayakan Waisak. Sejak gue berencana jalan-jalan ke Yogya, dan memilih tanggal di bulan mei, ternyata ada 2 tanggal merah. Dimana salah satunya merupakan hari raya Waisak. Perayaan Waisak di Borobudur dengan puncak pelepasan lampion ini, memang sudah sangat terkenal di kalangan masyarakat dalam maupun luar negeri. Singkat cerita, gue akhirnya memutuskan untuk ikut menyaksikan perayaan tersebut.

Bergabung dengan tour
Berbekal hanya keinginan dan info terbatas, awalnya gue mau ngeteng pergi ke Borobudur. Info yang gue punya adalah jadwal acara tahun 2017 yang kemungkinan nggak akan jauh beda. Bahkan gue sudah booking hotel di sekitar Borobudur dengan pemikiran gue tinggal jalan kaki dan nggak perlu repot dengan sewa kendaraan.

“Malu bertanya sesat dijalan” Lumrah banget dong dengan istilah itu? Gue punya teman kantor yang hobinya jalan-jalan juga. Iseng nanya tentang festival ini, yang kebetulan dia sudah pernah ikut di tahun sebelumnya. Dia menyarankan untuk mencari tour yang akan membantu mengakomodir segala sesuatunya. Mulai dari kendaraan, tiket masuk, makan siang dan malam termasuk akses masuk ke dalam Borobudur. Dari infonya sih, akses ke sana ditutup untuk umum. Tanpa pikir panjang gue mencari tour dengan ulasan yang cukup baik, setelah hati sreg kemudian mendaftarkan diri dengan harga 495k/person. Nama tournya AADC + Borobudur Tour.  Sedangkan hotel yang sudah dipesan sebelumnya, gue batalin. Untung belum bayar haha.

The Celebration
Gue sudah datang ke meeting point di Parkiran Abu Bakar di sekitar Malioboro pukul 07.45 WIB sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Sistem bertemu di meeting poin baru berlaku tahun ini. Tahun-tahun sebelumnya diberlakukan jemputan ke penginapan peserta, alhasil terlambat sampai di Candi Mendut (tempat prosesi perayaan dimulai). Setelah menempuh perjalanan selama +/- 1 jam akhirnya rombongan gue sampai di kawasan Candi Mendut. Demi alasan keamanan, bus yang kami naiki harus berhenti di sebuah lapangan, lalu gue harus berjalan kaki sekitar 500 meter sampai Candi Mendut.

Berjalan menuju Candi Mendut

Candi Mendut

Sesampainya di sana, ribuan orang sudah berkumpul. Ada yang langsung mengikuti ibadah, ada juga yang berkeliling Candi Mendut sambil berdoa. 

Para Biksu memimpin ibadah di Candi Mendut

Kalau gue ngapain? gue melihat mereka beribadah, sesekali memotret keindahan Candi mendut, dan menunggu sampai pawai menuju Candi Borobudur dimulai. Sekitar jam 11.00 WIB, prosesi pawai mulai berlangsung. Panitia menyebutkan urutan-urutan lembaga yang boleh berjalan terlebih dahulu. Umat Budha yang ikut beribadah dan juga kami rombongan tour berada pada urutan terakhir. 

Jarak antara Candi Mendut – Borobudur adalah 4km yang ditempuh kurang lebih 1 jam. Tour leader-nya sih bilang kalau nggak kuat bisa naik ojek seharga 20-30 ribu tinggal jago-jagoan nawar aja. Tadinya gue mau naik ojek, bukan karena lelah tapi panas matahari siang itu panasnya keterlaluan! Gue akhirnya menikmati jalan kaki bersama rombongan sambil ngobrol ngalor-ngidul, dan menikmati permainan marching band. Sesampainya di pintu gerbang (bukan pintu masuk biasa) gue dibagikan kartu peserta sebagai akses keluar masuk wilayah Borobudur.

Long march to Borobudur Temple

Nih marching bandnya. Walaupun panas mereka mainnya semangat lho!

Kalau pengamanannya gimana?
Jangan tanya deh. Kayaknya jumlah petugas polisi dan TNI hampir sama banyaknya dengan jumlah pengunjung hari itu. Para petugas keamanan sudah menjalankan tugasnya mulai di Candi Mendut, sepanjang jalan menuju Bobobudur dan di dalam kawasannya juga. Well, yang pasti hal tersebut bikin gue merasa aman. Gue rasa yang lain juga demikian, yakan? Ditambah lagi, ada alat yang mendeteksi jika kita bawa barang aneh-aneh. Tas dibongkar, kemudian diminta juga mengambil gambar dengan kamera untuk memastikan tidak ada blitz yang dipakai. Konon katanya, pernah ada kejadian lampu-lampu kamera mengganggu umat yang sedang melakukan ibadah. Ya kira-kira aja yah gaes, kalau ada lampu jeprat-jepret pasti ganggu dan silau. Jadi, kalau sekiranya perbuatan lo bakalan mengganggu kegiatan ibadah ya mending lo diem. Bener?

Ini adalah salah satu pengamanannya

Ibadah kembali dimulai sekitar pukul 3 sore waktu setempat. Gue memilih berkeliling Candi Borobudur. Lah? Kan ibadahnya di Candi Borobudur? Tepatnya ibadah dilakukan di pelataran sebelah kiri arah angka 9 pada jarum jam. Jadi, bagi yang tidak mengikuti ibadah bisa berkeliling Candi.

Gue terakhir ke Borobudur itu sekitar 15 tahunan yang lalu, kemegahannya sama sekali nggak berubah. Yang berubah hanyalah stamina gue yang berasa cepat lelah naik sampai ke puncak hahaha. Sekali lagi, gue amaze sama bangunan yang berdiri kokoh tanpa semen. Zaman sekarang bisakah? 

Candi Borobudur tampak samping


Beberapa stupa yang terjepret sama gue

Setiap ukirannya bermakna

Hasil jepretan setelah berkeliling. Kece nggak?

Indah ya? yadonggg

Dikarenakan Candi Borobudur sendiri ditutup pukul 6 sore dan gue sudah puas berkeliling, akhirnya gue bergabung dengan rombongan duduk di belakang tempat ibadah sampai waktu pelepasan lampion tiba. Dari infonya sih pelepasan lampion akan berlangsung sekitar pukul 10-11 malam.
Acara yang ditunggu-tunggupun akhirnya segera tiba, umat Budha melaksanakan prosesi pradaksana (mengelilingi Candi Bobobudur sebanyak 3 putaran), sedangkan bagi yang tidak ikut, dibawa berjalan menuju lokasi pelepasan lampion. Dengan asumsi ‘penukaran kupon – persiapan penerbangan’ sudah bisa dimulai.

Sesampainya di sana, gue bingung sekaligus kaget dalam kegelapan. Ternyata ribuan lampion sudah diterbangkan, ditambah puluhan orang yang sedang berdebat karena dilarang masuk oleh panitia dengan alasan ‘kami/mereka datang terlambat ke acara pelepasan lampion’

Yang ini pelepasan lampion kedua. Rombongan gue belum dapet lampionnya
 
Lah?!?!?!?!

Nggak sedikit diantara rombongan yang berteriak bahwa mereka baru saja selesai melakukan prosesi ibadah terakhir, malahan masih ada yang belum selesai beribadah, ada juga yang berteriak kecewa dengan mengatakan bahwa acara kali ini bener-benar berantakan.
Kalau ditarik garis merahnya sih ‘Miss comunication antara panitia yang bertugas di ibadah dengan panitia pelepasan lampion’

Memangnya beda ya panitianya? Sama sih. Mereka sebagian besar dari Walubi (melihat dari kaos yang dipakai ya). Ya Entahlah. Gue cuma bisa ngeliatin, dan nyari tour leader, dengan harapan bisa dimintai keterangan. Karena si tour leader adalah newbie juga, alhasil dia hanya bisa diam tanpa penjelasan pasti saat itu. Salah satu anggota rombongan dengan sigap men-take over, menjumpai salah satu panitia sampai akhirnya kami bisa menerbangkan lampion sebanyak dua buah (walaupun nggak sebanyak yang dijanjikan). Kecewa pasti ada, tapi yang lebih penting harapan kami yang tertulis pada secarik kertas kecil bisa terbang juga. We don’t lose our happiness

Akhirnya rombongan gue siap-siap nerbangin lampion

Muka-muka bahagia & berharap

Thanks to Inne (yang pake tas selempang merah) udah jadi pejuang kita

Wish our hope will be come true 

Jadi Tour-nya rekomen nggak?
Secara keseluruhan sih nggak masalah, hanya saja kurang dikomunikasi, briefing kepada peserta mengenai kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi di acara ini. Terlepas dari tour ini newbie atau nggak, kami sebagai customer memang meminta penjelasan yang paling reasonable dan kadang menutup mata. 
‘Kami kan sudah bayar!’ jangan sampai celotehan ini terucap dan bukannya bahagia malah kesal. Mungkin kedepannya bisa lebih baik ya. 

Kenapa Festival lampion ini berkesan?
Bagi gue pribadi sih

‘Ada harga yang harus dibayar untuk mencari Tuhan’

‘Dari dalam dan luar negeri rela datang ke Borobudur demi bisa beribadah bersama’

‘Uang? Yang keluar pasti banyak. Tapi sukacita yang didapat jauh lebih berharga dari uang yang dikeluarkan’

‘Dan gue makin cinta sama Indonesia. Yang merayakan Waisak adalah umat Budha. Tapi gue, sebagai Kristiani bisa ikut menyaksikan mereka merayakannya tanpa harus mengganggu dan melihat keragaman budaya Indonesia yang wagelaseh kaya!’



So, jalan kaki dari Candi Mendut - naik turun Candi Borobudur? Nggak masalah! I bring lots of happiness when i'm back.


Jangan lupa bahagia, kawans!
Cheers