Pages

Tuesday, February 20, 2018

Follower(s)?



              Saya pertama kali buat IG (baca: instagram) pada tahun 2014, sesuai dengan postingan pertama pada tanggal 30 september 2014. But not sure akun tersebut dibuat tepat ditanggal segitu atau nggak (ya nggak penting juga sih..) Anyway, kalau saya ingat-ingat sih alasan bikin akun IG karena dipaksa! dan pasrahnya lagi, saya nurut-nurut aja tuh.

“Nggak asik banget kalau foto bareng dan nggak bisa nge-tag karena lo nggak punya akun. Nggak gaul deh.” My friends said.


Foto pertama yang di upload di IG (Maaf porno)


Jadilah akun instagram dengan nama saya sendiri dan masih aktif sampai sekarang (boleh mampir kakak-kakak, kalau suka follow juga boleh, lol).

Kalau kamu kenapa bikin akun IG? 
Nah, dari quesioner yang saya sebar, alasan dari teman-teman yang berpartisipasi beragam. Mulai dari biar kekinian, update informasi, sharing his/her life (curhat?...), pajang foto-foto liburan, foto ootd, liat anak-anak seleb yang gemesin, cari duit dan jodoh (mungkin. .), ada juga karena pengen kepo-in orang aja (termasuk ngepoin mantan? hmm..) 


Stalk? gue juga suka kok :p

Apapun alasannya sah-sah aja sih. Nggak punya alasan juga no problem, selagi nggak merugikan orang lain. Yakan? Yadong. Kalau sekarang-sekarang ini, saya sendiri sih, biasanya buat upload foto-foto liburan (ciyee liburannya sering ya? Lumayanlah, tubuh ini nagih melulu hahaha). Walau terkadang suka dibilang ‘pamer’. Iri ya? Kepengen ya? Pergi liburan juga dong, bareng kalau perlu. Habis ini ditabokin orang-orang :p. Alasan lainnya lagi karena butuh penyemangat hari-hari, maklum masih jomblo (loh kok curhat hahaha). Bahagia aja ngeliat feed IG yang rapi dilengkapi caption manis, enak dibaca sampai saya mesem-mesem sendiri dengan muka memerah. Sadar nggak sadar, kadang-kadang akun yang di-follow ngasih pengaruh, kecil atau gede. Kalian gitu juga nggak sih? Bersyukurnya masih in a good way ya.

Contohnya: Saya nge-follow travel blogger. Lihat foto yang dia upload cakep, diberi kata-kata manis, lalu baca cerita versi lengkap jalan-jalan dia di blog-nya, menyenangkan dan jadi paket (cukup) lengkap, lalu saya tertarik. Kemudian, saya mulai mencari informasi tempat/lokasi jalan-jalan tadi, nanya sana-sini termasuk jasa tur (kalau perlu), menabung, izin cuti (pasang muka memelas depan bos, demi oh demi haha) dan berangkat liburan. Biasanya saya akan mengulang apa yang sudah dilakukan oleh travel blogger.
1. Upload foto yang di edit sedemikian rupa supaya cakep. Walau hasilnya nggak secakep dia huhu hiks.
2. Bikin caption manis (versi saya, bisa ngabisin waktu satu jam bikinnya dan hasilnya kayak gini: "Laut biru aku rindu" <-- maniskannnn? Plis bilang manis.
3. Menceritakan liburan saya dengan menuliskannya di blog pribadi.
4. Berharap bisa jadi motivasi buat orang banyak, paling nggak satu orang untuk punya liburan asik ala dia.
5. Ngarep ada yang mau sponsorin liburan berikutnya *pray* Ahhh indahnya :)

“Semoga ketemu travel blogger favorit gue untuk nanya tips + foto bareng. Semoga lagi gue nggak jadi bego kalau ketemu idol karena suka mendadak malu-malu singa dan hanya diam termangu. Doain yah guys”


budget bengkak? oh noooo

"Pernah kecewa nggak sih setelah ngikutin seleb(gram) yang di follow (konteks: beli barang/makanan yang dia rekomen)? Gambar dibawah ini adalah salah satu jawabannya.


Judulnya CukTau (baca: cukup tau) aja yah

Siapa yang punya pengalaman yang sama? Angkat tangan.....(saya, saya, saya). Biasanya kalau kejadian kayak gitu, saya suka bilang

“the power of celebrities or the power of kekinian.”

Saya pernah beberapa kali membeli makanan kekinian dan datang ke tempat ngopi yang lagi happening. Nah, untuk makanan kekinian tadi sih beuugh kapok deh. Rasanya memang B ajah dan ada juga yang rasanya itu...ahh sudahlah. Sedangkan untuk tempat ngopi, kalau kopinya kurang enak biasanya saya nggak akan balik lagi walaupun tempatnya instagram-able banget!

Kalau gini ada yang salah nggak? Hmm, orang yang diendorse lebay nge-iklanin-nya padahal dia belum tentu makan? atau karena dibayar? atau, atau, atau, hmmm (kemudian banyak asumsi. Sudah,  sudah, sudah hentikan). Anggap aja yang bilang enak dan nggak itu hanya beda selera. Kelar deh urusan. (loh kok saya berfikir positif? kan bijak ceritanya haha). Rasa kapok akhirnya membuat saya memutuskan untuk unfollow akunnya. Lagian takut tergoda kalau dia iklanin sesuatu lagi. Saya mah anaknya gampang tergoda, lol. Lalu saya kembali ke selera awal: Kartika Sari, Prima Rasa dan brownies Amanda. Hidup Bandung!


Daripada tergoda, yakan?

Kalau diliat dari jawaban-jawaban kemarin, kawans yang ikutan quesioner ini nggak masuk kategori follower labil. Tergoda sedikit-sedikit sih, ngikutin sesuatu yang dia follow, nyobain produk yang di-iklanin tapi nggak bablas. Yeayyy, it's good guys. 

Apa sih yang mendasari saya menulis ini?
Disuatu malam yang cerah ceria, saya dan seorang kawan ngobrolin selebgram yang  tidak disebutkan identitasnya, sedang dibahas oleh sebuah akun konsultan keuangan. Baca ceritanya sih bikin miris. Kamu bisa cek langsung untuk cerita lengkapnya di IG @jouska_id Karena pembahasannya lewat IG story, nggak tahu deh masih ada atau nggak (Sebelumnya dibuat highlight di IG tersebut dengan judul: Broodie).

Saya beneran kaget loh. Seorang selebgram yang mungkin dalam pikiran kita “wow enak ya hidupnya karena di-endorse, upload foto doang dibayar dan bla bla bla." Tapi kenyataannya modal yang dia keluarin (cukup) gede, bukannya untung malah buntung, bahagia difoto tapi sedih di dunia nyata. Tapi jangan menyamaratakan semua selebgram seperti itu yah, guys. Ini hanya satu contoh dari banyak selebgram yang memang berhasil dan bahagia dengan profesi tersebut. Dari cerita yang dibahas, ternyata orang yang mem-follow dan di-follow bisa banget mempengaruhi perubahan sikap dan gaya hidup. Mulai dari jumlah pengeluaran yang nggak sebanding pendapatan, barang-barang yang dipakai (sebuah merk menjadi penting), naik turunnya jumlah likes + bumbu komen yang lucu maupun sarkas, bahkan menyentuh kondisi psikis. Sadis nggak?

“Kalau untuk kamu, ngaruh nggak sih jumlah like pada foto yang di-upload?”


Wayahna yah, followers juga saeutik haha (toss)


Makin giat bikin konten yang bagus dong dan caption manis

Dari pembahasan itu, saya belajar bahwa hidup seseorang itu punya pengaruh walaupun cuma segede upil (iuuuuhhhhh...), sekalipun hanya lewat sosial media. Bener apa bener banget?
Yang bedain adalah berpengaruh in good or bad way. Kalau dari case sosial media sih yang lagi-lagi menurut saya, balik lagi ke diri masing-masing (yaiyalah.....)  

Ngikutin trend tapi bikin boros dan nggak sesuai kantong? Rugi ah, apalagi hasilnya nggak sesuai ekspektasi
Maksain pakai produk bermerek tapi ngutang + nggak cocok? Sedih gilak
Pura-pura bahagia difoto tapi galau akut di dunia nyata? Miris

“Kalau nggak bisa manage reaksi lo terhadap orang yang lo follow, mending unfollow deh.” 


Mari follow akun berfaedah buat diri sendiri dan tentunya tiap orang pasti beda (don't judge ya)

Jangan salahin sosial medianya nanti dia sedih (apa sih? haha garing). Instagram, facebook, twiter dan sebagainya hanyalah sebuah media. Tapi kamu? Iya kamu dan saya adalah penggunanya. Menjadi pengguna sosial media yang bijak dan pintar? kenapa nggak!

Kalau kembali ke masa lalu tanpa sosial media? Gue sih seneng banget! Pasti berkurang banyak sih orang-orang autis yang duduk di satu meja tanpa ngobrol, yang dikit-dikit cek notif atau nulis status yang berujung curhat tsayyy *nusuk*



Jangan lupa bahagia, kawans!
Cheers