Pages

Friday, November 10, 2023

Wisata Suku Baduy Part 1

                Pernah kepikiran untuk healing ke Baduy nggak sih? Beberapa tahun lalu pernah punya keinginan ikut tour ke Baduy, tapi hanya sampai sebuah keinginan aja. Belum pernah terealisasi. Sekitar bulan Agustus 2023, gue diajak ikut wisata ini, nggak pake pikir panjang, gue langsung meng-iya-kan ajakan ini. Seolah me-recall keinginan beberapa tahun lalu.

Menurut info yang gue dapatkan, kalau kalian mau berwisata ke Baduy, nggak bisa tiba-tiba langsung datang gitu aja. Ada aturan atau mungkin bisa dikatakan kerjasama supaya bisa datang dan berkunjung ke Baduy. Hanya dengan 255K aja, lo bisa menikmati Baduy luar dan Baduy dalam selama 2D1N. Hmm, ada apa aja sih disana? Emang seseru itu? Sekilas cerita gue yang mungkin bisa memantapkan hati kalian untuk berpetualang ke Baduy.

Welcome from Baduy Luar

  1. Rute Perjalanan Mix

Pada awalnya, rute umum adalah pilihan gue dan teman-teman dalam tur ini. Tapii, rute ini berubah h-3 keberangkatan. Kenapa? Setelah mencari tahu berbagai informasi, ternyata rute umum perjalanan Wisata Suku Baduy ini kurang lebih 50.000 langkah yang kalau dihitung bisa sekitar 10 jam perjalanan (pulang-pergi). Jiwa petualang kami yang masih cupu ini resah dan gelisah hahaha. Dengan segera menghubungi admin untuk mencari alternatif ‘Ada nggak sih rute yang agak singkat?’

Emang udah waktunya gue dan temen-temen harus menikmati sensasi wisata suku Baduy, kami bisa join rute mix. Apa sih bedanya? Yang jelas kami mempersingkat waktu sekitar 4 jam dari rute umum. Yahhh, masih lama aja tuh? Iya sih tapi ini benaran best way buat gue.

Perjalanan dimulai dari Stasiun KRL Rangkasbitung. Dimanakah itu? Boleh cek di-maps ya guys, karena untuk pertama kalinya juga gue mendarat di stasiun ini. Sekitar jam 10 pagi, rombongan yang udah dibagi perkelompok sekitar 13-15 orang berada di mobil ELF. Cijahe adalah tujuan pertama rombongan, sebelum petualangan dimulai. Perjalanan ini memakan waktu sekitar 2,5 jam dengan goyangan ELF yang aduhai bikin mual. Mulai dari sini, lo bakalan tahu temen travelling lo,  resek atau nggak? Hahaha Why? Soalnya goyangan maut ELF yang bikin lo mual bisa jadi bikin emosi, ngomel dan berbagai reaksi lainnya. Klo gue ngapain? Gue sih ketawa-ketawa aja, nawarin permen biar nggak mabok sambil mencoba menutup mata buka lagi gitu aja sampai terminal hahaha.

Suasana ELF sepanjang perjalanan

Ahhhh iya, sebuah tips adalah jangan duduk dibangku paling belakang. Pas ELF belok tanpa rem, bisa bikin tangan lo sakit dan mungkin juga biru karena kebanting ke besi pegangan

Sesampainya di terminal Cijahe, ngapain aja sih? ISoMa. Istirahat, Sholat dan makan. Ada beberapa tempat makan seperti warung nasi, bakso, seblak dan yang pasti menjual indomie. Waktu menunjukan pukul 12.30 WIB, gue punya waktu sekitar 1,5 jam beristirahat, makan dan nungguin rombongan lain yang belum sampai.

Salah satu warung Bakso di Terminal Cijahe

Setelah kenyang makan mie plus 2 botol minuman gula, rasa-rasanya gue siap menyusuri jalanan Baduy luar hingga Baduy dalam.

Sebelum mulai trekking, kita berkumpul mendengar beberapa aturan dari tour guide dan yang pasti foto-foto yang nggak dilupakan. Biar konten bisa jalan terus guys haha. Oia, nggak perlu khawatir buat kalian yang membutuhkan jasa porter, mereka siap membantu loh. Sejumlah suku Baduy Dalam sudah siap membantu bawain tas ato segala bawaan lo. Untuk biaya, tidak ada patokan alias seikhalsnya. Tapi, guide-nya bilang biasanya sekali jalan 50K.

Briefing before trekking

  1. Cukup siapin fisik? Hati juga dong

Perjalanan menuju Baduy Luar & Dalam

Makan? Udah. Istirahat? Udah. Stok minuman disisi kanan dan kiri tas? Udah juga. Lets gooooo. 

Semua kebutuhan yang kira-kira bakal diperlukan selama perjananan menuju Baduy Luar dan Dalam sudah siap. Ada yang nggak kalah penting kawan? Siapin fisik dan hati kalian juga yaa. Kenapa? Puluhan ribu langkah yang akan kita tempuh membutuhkan kekuatan kaki dan hati yang bisa menikmati perjalanan! Sama dengan nama jalur yang kita pilih, MIX. Jelas rutenya juga campur-campur. Mendatar ada, turunan banyak dan tanjangan juga lebih banyak lagi.

Our first wefie

Nggak pernah nyangka rutenya kek ditinggal pacar! Mixed feelin hahaha. Yap, jujur gue nggak nyangka. Apalagi Ketika kita sampai di perbatasan antara Baduy Luar dan Baduy Dalam, semua alat elektronik WAJIB dimatikan! Segitunya?

Kenapa sih harus banget?

Sebelum gue tahu alasannya, gue sih coba berpikir simple aja ya. Setiap rumah atau daerah atau tempat pasti punya aturan yang dibuat untuk dipatuhi, so Baduy Dalam too.

Tenang aja, semua aturan main nggak dadakan dikasih tahu kok, nggak kek tahu bulat, serba dadakan. Sejak awal pendaftaran trip ini, semua aturan udah dikasih tau.

Lanjut………………………………….

Perjalanan dari terminal Cijahe menuju Kampung Cibeo memakan waktu +/- 2 jam. Pace jalan santai, ada sesi istirahat, sesi foto, ngakak-ngakak sembari nunggu temen-teman lain sampai dilokasi yang sama. Emang boleh sekompak itu? Buahahaha

Pose selamat datang

Sekitar 1 jam perjalanan sampailah ke perbatasan,dimana 'dunia kekinian' ditinggalkan sejenak. Dua hari doang. Sebelum melwati perbatasan, kalian bisa bergaya apapun dalam bidikan kamera. Bikin konten boleh, bikin story boleh ato mau joged tiktok juga boleh kok. Karena selebihnya, hanya bisa menikmati perjalanan dan merekam semua yang kalian rasakan dalam memori masing-masing.

Salah satu keuntungan gue adalah bisa berbahasa sunda. Suku Baduy menggunankan Bahasa sunda kasar dalam percakapan mereka sehari-hari. Sambil menikmati tanjakan yang aduhai, gue ngajak ngobrol suku Baduy yang berjalan bersama rombongan. Oh iya, mereka itu cenderung pemalu dan pendiam. Jadi kalau nggak diajak ngobrol duluan, mereka nggak akan SKSD kek orang pdkt ya hahaha.

Perjalanan hari pertama menuju Baduy Dalam untuk gue pribadi tidak terlalu melelahkan. Ah sombong lo? Beneran deh. Temen-temen gue juga merasakan hal yang sama kok. Tanjakan dan turunan yang aduhai masih bisa gue sesuaikan dengan kekuatan kaki. Mungkin juga karena gue cukup intens berolahraga jadi cukup baik mengolah nafas.

Terus perjalanan pulangnya gimana? Oh Em Ji…

Suasana mendatar di Baduy Luar

  1. Emang Baduy Seistimewa itu?

Baduy = istimewa? Masa?

Mungkin ada yang nanya seperti itu? Ya, Baduy itu istimewa terutama Baduy Jero (Baduy Dalam dalam Bahasa sunda). Gue sempet bingung dan bertanya-tanya, nanti ngapain yah sesampainya di Baduy Dalam?

Sampai di Baduy Dalam kira-kira jam 4 sore. Kok tau? Tau soalnya jam tangan analog masih bisa dinyalain kok. Tour guide langsung membawa kami ke salah satu rumah suku Baduy yang menjadi tempat tinggal grup gue sampai besok. Rumah Ayah Samanah. Pria dewasa yang sudah berkeluarga dipanggil Ayah, sedangkan pasangannya dipanggil Ambu (Gue langsung inget kisah Kabayan, nggak nyambung sih :p).

Jembatan perbatasan antara Baduy Luar dengan Baduy Dalam

Gue coba menggambarkan bentuk rumah suku Baduy Dalam ya. Rumah dari bilik. Ada tangga yang terbuat dari kayu dengan dua kali pijakan ke teras rumah berukuran +/- 60x120 cm. Pintu rumah menghadap selatan masih dari bambu dengan ukuran +/- 80 x 120 cm yang dirangkai tanpa paku. Semua bambu satu sama lain saling menyatu dengan ikatan bambu yang lebih tipis hingga menyerupai tali.

Bentuk rumah di Baduy Luar, kalau Baduy Dalam? di bayangkan aja yah guys


Ah sebagai informasi tambahan. Semua pintu rumah berhadapan, ada yang ke utara atau Selatan. Hanya pintu rumah milik Kepala Kampung yang menghadap ke timur. Semua itu ada filosofinya loh. Kira-kira, lo penasaran nggak?

Masuk ke dalam rumah, tanpa cahaya, gelap sama sekali. Hanya ada 1 ruang yang disekat, kalau nggak salah diberi nama bagian jero/inti. Ruangan tersebut biasa dipakai memasak, makan, atau ngelakuin kegiatan sehari-hari.

Lalu dimana gue tidur? Satu grup disatukan di dalam 1 rumah. Untuk para cewek tidur pada sisi sebelah pintu, memanjang. Sedangkan para cowok, tidur agak masuk kedalam belahan dari bagian jero/inti. Atap rumah terbuat dari daun dan bambu yang dikeringkan serta dipanaskan oleh api. Setelah selesai menelaah bentuk rumah Baduy Dalam, gue siap-siap ke sungai.

Badan rasanya lengket, nggak usah ditanya lagi rasanya kek apa. Gue hanya pengen ganti baju ketemu air keknya sueger tenan. Kalau lagi di rumah, gue tinggal ke kamar mandi. Tapi disini? Lo mesti jalan ke Sungai. Mau buang air kecil, air besar, mandi dan aktivitas apapun yang berhubungan dengan air, lo mesti jalan ke Sungai!

What gimana caranya ya?

Pose bahagia walau lengket hahaha

Kalau lo mau mandi, bisa ditutupi dengan kain panjang. Ada bilik kecil sih, tapi berhubung lagi kemarau panjang, jadi sumber air mengecil dan pancoran air dalam bilik nyaris nggak mengalir. Nah, gue sih nggak bawa kain ya dan alhasil gue hanya main air, gosok-gosok kaki, tangan, muka sebisanya yang penting seger. Kalau mau pipis atau bab, jalan sedikit ke bagian sungai paling bawah, supaya orang yang lagi mandi, atau cuci piring, cuci beras nggak terkontaminasi ya.

Ah iyaa, semua pemakaian bahan kimia seperti sabun, sampo, pasta gigi atau segala jenis skin care nggak boleh digunakan selama di Baduy Dalam.

Selesai bersih-bersih versi gue di sungai, gue dan temen-temen lain kembali ke rumah Ayah Samanah. Duduk-duduk, ngobrol sama beberapa orang suku Baduy sampai matahari terbenam.

Salah satu yang menarik adalah ketika salah satu dari mereka menceritakan setiap jalanan, bangunan di Jakarta secara detil. Terakhir sebelum Covid melanda bumi ini, kira-kira terakhir mereka menginjakan kaki di ibu kota.  Kalau dipikir-pikir sih, mereka lebih hapal jalanan Jakarta loh, gue aja puyeng. Dari mulut gue beberapa kali terlontar jawaban “Masa? Emang deket mall ini?” Kalau soal daya ingat sepertinya suku Baduy boleh diadu.

Matahari terbenam, kita para peserta diajak masuk ke dalam rumah dan persiapan makan malam. Dalam trip ini kita dapat 2X makan, yaitu makan malam dan sarapan.

Ayah bilang, “Kita makan menu sederhana.”

Nasi hangat, tempe goreng, ikan asin, sayur asem dan sambal kecombrang yang enak! Mangkok beling, gelas dan sendok bambu adalah peralatan makan yang digunakan. Disini, kita memang belajar untuk selalu dengerin instruksi ya. Kesotoyannya ditinggal dulu di kota hahaha. Nggak boleh mengangkat mangkok keatas, tapi sendok yang diangkat atau mulut yang nyamperin mangkok. Seruuu, waktu ada yang refleks mengangkat mangkok, temen-temen langsung kasih kode.

Suku Baduy yang bantuin jadi porter

Makrab a.k.a malam keakraban tiba. Setiap orang memperkenalkan diri masing-masing, kan kalau kata pepatah nggak kenal maka nggak sayang. Tapi, kalau udah sayang gimana dong? Upsss…

Ayah Samanah sebagai nara sumber, dan kita semua yang ada di rumah Ayah boleh tanya apapun seputar Suku Baduy. Banyak banget pertanyaan, ternyata memang sekepo itu kita dengan Baduy.

Suku Baduy punya prinsip dalam Bahasa sunda yang artinya kurang lebih begini “Yang ada jangan ditiadain, yang nggak ada jangan diada-adain” Dengan prinsip tadi sepertinya menjawab beberapa pertanyaan seperti 

‘kenapa nggak ada listrik’

‘kalau sakit minum obat atau ke dokter nggak?’

‘Kalau cewek melahirkan dibantu sama siapa?’

‘Terus cowok disunat gimana caranya? Kan nggak boleh kena jarum suntik’

'Suku Baduy nyoblos nggak sih saat pemilu?'

Nah yang paling menarik, orang-orang Baduy itu cantik-cantik dan ganteng-ganteng loh. Anak kecil perempuan aja bibirnya merah merona, hanya pakai buah Galuga. Alisnya sudah terbentuk natural dan rapih. Nggak tau berapa kali gue muji-muji kecantikan dan kegantengan mereka, cakep dari lahir. Oia, mereka itu punya aroma yang khas, nggak bau badan. Konon kata mba google, untuk perawatan diri mereka memakai honje /kecombrang sebagai lulur. Jadi bisa dibayangkan aroma tubuh mereka?

Sesi ngobrol-ngobrol berakhir jam 9 malam, aktivitas selanjutnya adalah nongkrong di alun-alun.

Menurut lo, alun-alun tuh kek apa sih? Bayangin dulu deh, ayo bayangin duluuuu………….

Udah dibayangin? Hmm, kira-kira beginilah alun-alun versi suku Baduy. Berada ditengah-tengah kampung, lahan kosong, hanya batu-batuan dipinggir yang bisa jadi dudukan lo. Alun-alun ini berada dekat dengan rumah Kepala Kampung dan juga wakilnya yang dipanggil dengan sebutan Pu’un.

Menikmati malam di alun-alun dengan suasana berbeda, bukan alun-alun biasa. Duduk di batu-batuan, menikmati cemilan dan kopi yang kita bawa. Sambil bercengkrama satu sama lain. Versi saling mengenal supaya nggak terasa stranger. Sesekali melihat ke atas langit, dipenuhi dengan gugusan Bintang yang udah sangat jarang gue temui di ibu kota. 

Bintang jatuh!!!

Gue dan sebelah temen gue menyadari ada Bintang jatuh. Percaya nggak percaya, terjadi nggak terjadi. Gue langsung make a wish, finger cross, hope the best is yet to come 😊

Selesai menikmati malam di alun-alun, gue balik ke rumah Ayah Samanah dan bersiap untuk beristirahat.

Rute belum lelah

Penasaran sama tanya jawab selama malam keakraban?

Gimana rasanya trekking pulang yang dobel aduhai?

Bersambung ke part 2 ya....


Cheers,

Jangan lupa bahagia, kawans!