Udah pada baca Part 1-nya belum? Gimana kira-kira, berapa % keinginan lo masukin Baduy jadi salah satu tujuan healing? Kalo masih belum yakin, lanjut ceritanya yokkkk…..
Sedikit penjelasan sebelum ada pertanyaan lebih lanjut. Gue
diajak temen bulan Agustus 2023, dengan jadwal keberangkatan 28-29 Oktober 2023
kemarin, jadi bisa dibilang wisata ini super fresh hahaha.
1. Malam keakraban
Malam keakraban, saat itu dibuka dengan pertanyaan dari gue
yaitu
‘Ayah, bedanya Baduy Dalam dan Baduy Luar apa sih?’
Dengan cepat ayah menjawab perbedaannya, dari warna. Bukan
warna kulit ya, tapi warna baju yang digunakan. Suku Baduy Dalam menggunakan
baju warna putih dan ikat kepala warna putih (laki-laki), sedangkan Suku Baduy
Luar memakai baju warna hitam dan ikat kepala biru tua (laki-laki). Katanya
lagi, Suku Baduy Luar itu sudah seperti kita memakai pakaian semua warna, tapi
secara umum warna hitam.
‘Kenapa di Baduy Dalam nggak ada listrik? Padahal di Baduy
Luar sudah ada listrik? Apa pemerintah nggak pernah nawarin pemasangan listrik?’
kira-kira gitu pertanyaan yang tercetus.
Ahh iya, waktu malam keakraban, kita sambil gelap-gelapan.
Hanya mengandalkan penerangan tradisional yang entah terbuat dari apa, yang
pasti bukan lilin, tapi bukan obor juga. Soalnya kecil banget. Jadi, kita semua
nggak liat-liatan. Sesekali menyorotkan senter yang kita bawa kearah yang
nanya. Pengalaman unik. Mau coba?
Ditulisan sebelumnya pernah gue tulis prinsip dari Suku Baduy
Dalam (Part 1) Nah, hal itulah yang jadi jawabannya. Dari zaman
nenek moyang dulu, tanpa listrik, penerangan, bisa hidup sampai sekarang. Jadi,
kata Ayah, kita melanjutkan apa yang sudah dilakukan dari dulu. Sama halnya, kalau
sakit obat-obatan berasal dari alam. Racikan dan diolah sendiri. Sampai sejauh ini,
nggak memerlukan ke dokter untuk pengobatan.
Selama perjalanan, memang banyak daun-daunan, tumbuhan yang
digunakan untuk dijadikan obat. Gue sih nggak ngerti yang mana aja, tapi temen
rombongan gue ada yang tau dan berceloteh setiap kali ngeliat daun-daunan tadi.
Lo ada yang suka makan rawon? Tau asalnya kuah item rawon
darimana? Yap, kluwak. Dan di Baduy ini banyak banget pohon kluwak dan
cangkangnya dijadikan gantungan kunci.
Jumlah Suku Baduy Dalam nggak terlalu banyak, +/- 750 orang,
yang tersebar di 3 kampung dalam 1 desa yaitu desa Kanekes. Setiap kampung ini memiliki
keahlian/pekerjaan berbeda. Kampung Cibeo yang gue kunjungi, pekerjaannya
berladang/bertani. Mereka punya lumbung padi masing-masing dimana isi lumbung
itu bisa bikin mereka bertahan hidup selama +/- 10 tahun loh. So rich!
‘Kalau cewek melahirkan dibantu sama
siapa?’
Tau jawabannya nggak? Dibantu oleh
suaminya sendiri, iya tanpa alat apapun. The real suami siaga! Setelah
si bayik keluar, ada yang bantuin bersihkan bayiknya, mereka sebut paraji.
Paraji ini cewek ya. Nah, setiap anak yang lahir, udah dijodohin loh. Nggak
perlu susah cari pacar hahaha. Tapi si anak ini baru akan tau dijodohkan sama
siapa setelah mendekati masa usia menikah. Untuk cowok 17-20 tahun, dan untuk
cewek 15-17 tahun. Bisa dikatakan mereka menikah persepupuan, muka-mukanya
mirip-mirip dan setipe. Suku Baduy Dalam tuh kebanyakan cowok, sedangkan cewek malah
lebih langka disini.
‘Kalau mereka nolak dijodohkan
boleh nggak sih?’ hmm.. menurut lo apa kira-kira jawabannya?
Lanjut dulu ke pertanyaan selanjutnya. Nah jawaban dari pertanyaan dibawah ini
bisa bikin kalian ngilu, awwwwww
‘Terus cowok disunat gimana
caranya? Kan nggak boleh kena jarum suntik?’
Anak cowok disana disunat. Jam 4
subuh dibawa ke Sungai dan direndam selama 1 jam, kira-kira sampai jam 5 subuh sebelum
matahari terbit. Rendam = bius untuk alat kelamin laki-laki yang akan disunat. Lalu
mereka dibawa ke Bale, untuk disunat menggunakan pisau. Sempet ada yang nyeletuk,
kirain pake bambu motongnya, wew.
Linu nggak sih bayanginnya?
Jangan lama-lama deh mikirinnya, nanti meringis ;p.
Nah, kan lagi mau musim
pemilihan umum nih. Jadi, suku Baduy nyoblos?
Jawabannya, ya nyoblos bagi suku
Baduy Luar karena mereka memiliki KTP dan terdaftar sebagai penduduk. Sedangkan
Suku Baduy Dalam tidak ikut dalam pemilihan apapun, mereka nggak punya kartu
kependudukan. Tapi Ayah bilang, suku Baduy Dalam mendukung siapapun yang
terpilih sebagai pemimpin.
2.
Perjalanan Pulang
Pagi itu, kira-kira jam 9 pagi
gue dan teman-teman sudah siap untuk perjalanan pulang. Di depan rumah Ayah
Samanah kita berkumpul, dan berpamitan kepada Ayah dan Ambu. Layaknya anak
pamit pulang sama orang tua. Perjalanan dimulai. Tour guide udah bilang
berkali-kali kalau perjalanan pulang ini, akan lebih berat dari sebelumnya. Ah
masa sih?!?
Ternyata bener aja, baru
beberapa langkah, tanjakan yang nyaris 90 derajat menyambut kita semua. Ahh untung
sarapan pagi ini banyak, carbo loading cukup. Gue berjalan ngikutin
langkah beberapa teman yang berjalan di depan. Nafas mulai ngos-ngosan, rasanya
uwow ulala hampir 20 menit semua tanjakan haru dilalui. Baru 20 menit guys,
tapi nafas udah patah-patah. Gue inget banget, kita udah istirahat 2x loh dan masih
tersisa kurang lebih 3-4 jam lagi.
Dalam rangka menghibur diri, gue
nanya salah satu anak dari suku Baduy Dalam. ‘Masih banyak tanjakannya?”
Dia jawab ‘Nteu, sakeudik deui.’
Yang artinya nggak, sedikit lagi. Sedikit versi mereka dengan sedikit versi gue
si orang kota ini, beda total hahaha. Berusaha sedikit demi sedikit. Buat gue
kemarau kali ini cukup mendukung trekking yang rutenya tanjakan 70%, turunan 20%
dan mendatar 10% ini. Kenapa? Soalnya jadi nggak licin. Walaupun turunan bikin
kaki bergetar karena arena turunnya nggak 90 derajat. Bisa bikin lo nge-glosor
kalo mata meleng dikit ato kaki nggak ajeg. Thanks to Tracking pol yang gue
sewa seharga 20K yang jadi pegangan gue selama perjalanan. Selain pegangan sama
Tuhan dalam hati, sambal bilang ‘Ayo Tin, lo pasti bisa sampai finish!’
Sesekali gue tungguin
temen-temen yang masih dibelakang, tarik nafas berhenti sebentar lalu jalan
lagi sambil nyemangatin diri sendiri dan temen-temen. ‘Yok bisa yok!’
Sekitar 2 jam kita melalui
tanjakan dan turunan yang ternyata bikin kaki gue lecet dibeberapa tempat. Tapi
seriusan nggak berasa sakit selama perjalanan. Oia, gue pakai sendal gunung
yang cukup proper untuk dipakai trekking, tapi batu-batuan yang masuk
lewat selal-sela sendal yang bikin lecet.
Tibalah diperbatasan antara
Baduy Dalam dan Baduy Luar, gue langsung buka hp liat penampakan muka gue yang
udah dihajar tanjakan dan turunan yang bikin nafas jadi senin kamis a.k.a
ngos-ngosan. Bukan hanya gue, temen-temen langsung pada bikin video atau
sekedar mengabadikan suasana atau bentukan mereka masing-masing.
‘Kira-kira di depan sana masih
ada tanjakan nggak yah?’
Danau, yang digadang-gadang bisa
jadi tempat istirahat beberapa saat. Tapi, katanya masih sekitar 1 jam-an lagi
dari perbatasan. Oke lets go……
Yap, tebakan lo tepat. Tanjakan
dan turunan masih harus dilalui sampai di danau. Nggak hanya itu, setelah
danau-pun masih harus nanjak melalui rumah Suku Baduy luar. Dimana tanjakan itu
terbuat dari batu-batuan yang tersusun rapih, dan tetap bikin lelah tapi tetep happy kok.
Garis finish perjalanan ini,
adalah terminal Ciboleger. Ya, berbeda dari terminal kedatangan hari
sebelumnya. Terminal ini rame banget. Ada pasar yang jual oleh-oleh khas Baduy,
warung kebutuhan sehari-hari, ada yang jual cilor juga hahaha. Dan yang pasti banyak
warteg dan warmindo yang siap gue datangin. Perjalanan ini kita temput selama 4 jam lebih (nggak inget lebihannya berapa hahaha).
Makan, istirahat dan berpamitan
sekali lagi dengan Ayah Samanah dan beberapa suku Baduy Dalam yang ikut
mengantarkan kita ke terminal ini.
Perjalanan yang seru, lelah pasti
tapi nggak bikin kapok kok hahaha. One day pengen lagi kesini. Tapi
emang kudu fit, atau sering gerak olahraga jadi salah satu tips jitu bisa finish
happy. Temen-temen gue bilang, ‘kok lo keliatan nggak ada capeknya. Fit
banget.’
Banyak poster-poster
berseliweran di terminal ini.
‘hmm, siapa aja pejabat
pemerintahan yang pernah ke Baduy?’
‘Suku Baduy haram makan daging
kambing?’ loh ?!?
‘Suku Baduy itu adalah aliran
kepercayaan. Jadi nggak lebaran dong?’
Penasaran sama jawabannya?
Gue sih tau jawabannya ya, semua
pertanyaan itu terlontar pada saat malam keakraban. Ah tapi masa gue jelasin
semua.
Gimana kalau wisata ke Suku
Baduy aja yuk.………………………….
Ada yang tanya 'Lo kurang kerjaan banget wisaya ke Suku Baduy?'
Kalo kerja ya dikantor dong, ini tuh wisata a.k.a jalan-jalan seru versi gue. Kalau kata temen gue, 'Gue tuh beli pengalaman dan harganya mahal :) dan bukan bicara nominal, guys.'
Bercerita 'ini loh pengalaman gue. Gue pernah kesana kesini, liat ini itu, rasain ini dan itu dan bukan kata mereka disini tuh begini begitu. I feel rich!'
Tour IG :
@wisatasukubaduy
Price : 255K/person
(Harga paket untuk Oktober 2023)
Sewa
Tracking pol: 20K
Cheers,
Jangan lupa Bahagia, kawans!